Belajar Fiqih Islami

IconMelandasi Amalan Ibadah dengan Ilmu Syar'i

Tidak Menyapa Orang Yang Meninggalkan Shalat

Tidak Menyapa Orang Yang Meninggalkan Shalat

هجر تارك الصلاة

السؤال التاسع من الفتوى رقم ( 6261 )

س9: هل يجوز أن نقاطع رجلاً لا يأتي للصلاة جماعة، وهل تجوز الصلاة في البيت الذي بجوار المسجد وترك الجماعة، هل ذلك مقبول أم لا؟

ج9: الأصل أن صلاة الجماعة في المساجد واجبة على الرجال، فمن ترك فعلها جماعة في المسجد بدون عذر شرعي فإن من علم عنه ينصحه، فإن لم يقبل شرع هجره.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

عضو عضو نائب الرئيس الرئيس
عبد الله بن قعود عبد الله بن غديان عبد الرزاق عفيفي عبد العزيز بن عبد الله بن باز

Pertanyaan Kesembilan dari Fatwa Nomor6261

Pertanyaan : 

Apakah boleh tidak menyapa orang yang tidak menghadiri shalat jamaah? Apakah boleh melaksanakan shalat di rumah yang terletak di samping masjid dan tidak ikut berjamaah? Apakah ini dapat diterima atau tidak?

Jawaban : 

Secara hukum asal, melaksanakan shalat berjamaah di masjid adalah wajib atas kaum laki-laki. Barangsiapa yang meninggalkan jamaah di masjid tanpa alasan yang dapat diterima syariat, maka bagi orang yang mengetahui itu hendaknya ia menasehatinya. Jika ia tidak mau menerima nasehatnya, maka dibolehkan untuk tidak menyapa.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Al-Lajnah Ad-Daimah Lilbuhutsil Ilmiyyah wal Ifta'
  • Ketua: Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
  • Wakil Ketua: As-Syaikh Abdurrazzaq 'Afifi
  • Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu'ud


أبو زلفي أنس

WhatsApp Al-Ukhuwwah

 
 

Mengingat Kematian

Mengingat Kematian
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اَللَّذَّاتِ: اَلْمَوْتِ ) رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ 
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu : mati." Riwayat at-Tirmidzi dan an-Nasa'i, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban. [dishahihkan Syaikh al-Albany dalam Shahihul Jami’]
PENJELASAN:
Kematian adalah pemutus kenikmatan hidup di dunia. Nabi memerintahkan untuk memperbanyak mengingatnya. Orang yang senantiasa mengingat kematian, jika ia termasuk orang yang banyak hartanya, maka akan menimbulkan perasaan zuhud dalam dirinya, tidak serakah, karena ia merasa hartanya tidak akan dibawa mati. Jika ia adalah orang yang miskin, maka ia akan menjadi orang yang qonaah (merasa cukup dengan apa yang ada). 
Dalam lafadz hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibban :
فَمَا ذَكَرَهُ عَبْدٌ قَطُّ وَهُوَ فِي ضِيقٍ إِلَّا وَسَعَهُ عَلَيْهِ وَلَا ذَكَرُهُ وَلَا ذَكَرُهُ وَهُوَ فِي سَعَةٍ إِلَّا ضَيِّقَهُ عَلَيْهِ
Tidaklah seorang hamba (yang mengingat kematian) berada dalam kesempitan kecuali ia merasa lapang, dan tidaklah ia berada dalam keadaan lapang, kecuali ia merasa sempit (tidak terasa banyak harta yang dimilikinya di dunia fana, pent).
Seseorang yang mengingat kematian, ia akan banyak beristighfar dan bertaubat serta memperbanyak amal sholeh. Karena setiap orang yang meninggal dunia, tidak ada lagi kesempatan untuk menambah amal. Ia sudah berada di tahapan pembalasan amal, bukan lagi kesempatan menambah amal.
Karena itu, orang yang terbunuh di dunia, nanti di akhirat akan berkata kepada Allah sambil membawa pembunuhnya: Wahai Tuhanku, dialah yang telah memutusku dari puasa dan sholatku.
يَقْعُدُ الْمَقْتُولُ بِالْجَادَّةِ , فَإِذَا مَرَّ بِهِ الْقَاتِلُ أَخَذَهُ فَقَالَ: يَا رَبِّ , هَذَا قَطَعَ عَلَيَّ صَوْمِي وَصَلَاتِي , قَالَ: فَيُعَذَّبُ الْقَاتِلُ وَالْآمِرُ بِهِ
Seseorang yang terbunuh akan duduk di tengah jalan. Jika lewat sang pembunuhnya, ia akan memegangnya dan berkata (di hadapan Allah): Wahai Tuhanku, orang ini yang telah memutus puasa dan sholatku. Maka kemudian diadzablah sang pembunuh dan orang yang menyuruhnya (untuk melakukan pembunuhan)(H.R at-Thobarony)
Seseorang yang ingat pada kematian akan berusaha memperbanyak amal dan memperbanyak investasi untuk kehidupan akhirat yang menyebabkan pahalanya terus mengalir
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ وَعِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ
Jika seseorang meninggal dunia, terputuslah amalannya kecuali 3 hal: shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakannya (H.R Muslim no 3084)
فَلَا يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلَا دَابَّةٌ وَلَا طَيْرٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Tidaklah seorang muslim menanam suatu tanaman yang dimakan bagiannya oleh manusia, hewan melata, atau burung kecuali akan menjadi shodaqoh baginya hingga hari kiamat (H.R Muslim no 2903)
سَبْعٌ يَجْرِي لِلْعَبْدِ أَجْرُهُنَّ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ، وهُو فِي قَبْرِهِ: مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا، أَوْ كَرَى نَهْرًا، أَوْ حَفَرَ بِئْرًا، أَوْ غَرَسَ نَخْلا، أَوْ بَنَى مَسْجِدًا، أَوْ وَرَّثَ مُصْحَفًا، أَوْ تَرَكَ وَلَدًا يَسْتَغْفِرُ لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ
Tujuh hal yang pahalanya akan mengalir untuk seorang hamba setelah matinya pada saat ia berada di alam kubur: mengajarkan ilmu, mendalamkan sungai (mengeruk lumpurnya), menggali sumur, menanam kurma, membangun masjid, atau meninggalkan anak yang akan beristighfar untuknya setelah matinya (H.R al-Bazzar, Syaikh al-Albany menyatakan: hasan lighoirihi. Dalam riwayat Ibnu Majah ada tambahan: membangunkan rumah untuk Ibnus Sabiil (orang-orang yang dalam perjalanan))
Jika mengajarkan kebaikan pahalanya akan terus mengalir selama kebaikan itu diamalkan atau dimanfaatkan, sebaliknya keburukan yang ditularkan dan diajarkan kemudian ditiru dan dilakukan, akan mengalirkan dosa meski orang itu sudah meninggal.
وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ 
Dan Barangsiapa yang mencontohkan dalam Islam contoh yang buruk, maka ia mendapat dosa dan dosa orang-orang yang mengerjakan setelahnya tanpa dikurangi dari dosa mereka sedikitpun (H.R Muslim no 1691)
Saat ini perkembangan teknologi demikian pesat. Orang sangat mudah menyebar info, ajakan, propaganda berupa tulisan pada berbagai media seperti blog, website, majalah, buku, dan semisalnya. Ingatlah, jika ajakan anda adalah hal-hal keburukan: kemaksiatan, kebid’ahan, atau bahkan kekufuran dan kesyirikan, anda sedang menanam investasi yang merugikan anda sendiri. Tetap mengalir dosanya meski anda sudah meninggal.
(dikutip dari buku ‘Tata Cara Mengurus Jenazah Sesuai Sunnah Nabi (Syarh Kitabil Janaiz min Bulughil Maram) karya Abu Utsman Kharisman hal 11-15)

 
 

Nasehat untuk kaum Muslimin tentang Shalawat Berjama'ah

Nasehat untuk kaum muslimin tentang shalawat berjama'ah setelah selesai shalat fardhu seperti di banyak masjid di negeri kita

Dijawab oleh Al 'Allamah Doktor Asy Syaikh Shalih Al Fauzan bin 'Abdillah Al Fauzan (Seorang Ahli Fatwa dan 'Alim Ulama dari Negeri Saudi Arabia )
Pertanyaan nomor 183: Apa hukumnya bershalawat untuk nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan cara berjama'ah dan dengan menjaharkan (dengan mengeraskan suaranya) pada setiap selesai shalat? 

Jawab: Bershalawat untuk nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah perkara yang disyariatkan atas dasar firman Allah subhanahu wa ta'ala: "Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat atas nabi, wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kalian untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya" (QS Al Ahzab: 56) Serta sabda nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (yang maknanya): "Dimanapun kalian berada bershalawatlah untukku, karena shalawat kalian akan sampai kepadaku" (HR Imam Ahmad). Dan juga sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam: "Barang siapa yang bershalawat untukku sekali maka Allah akan bershalawat untuknya 10 kali" (HR. Imam Muslim) Maka shalawat untuk nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah termasuk seutama-utamanya amalan dan hal itu disyariatkan, dan padanya terdapat pahala yang besar. Akan tetapi mengkhususkannya pada waktu tertentu dari berbagai waktu atau dengan tatacara tertentu dari berbagai tatacara adalah TIDAK DIPERBOLEHKAN KECUALI DENGAN DALIL.

 
 

Memungut Pajak adalah Bentuk memakan harta dengan Cara Yang Bathil

Memungut Pajak adalah Bentuk memakan Harta dengan Cara Yang Bathil

Diterapkannya perpajakan di sekian banyak negara, termasuk pula negeri-negeri Kaum Muslimin, merupakan bentuk mengambil harta manusia dengan cara yang batil dan zalim. Sebab tidak diperbolehkan mewajibkan suatu atas manusia, baik muslim maupun kafir pada harta mereka, kecuali apa yang diwajibkan oleh ALLAH dan Rasul-Nya.

Asy-Syaukani mengatakan : “Kesimpulannya bahwa hukum asal harta manusia, baik muslim maupun kafir adalah haram (untuk di ambil)”. maka harus ada dalil yang menunjukkan dihalalkannya sesuatu yang dituntut tersebut.” (Dinukil oleh Shiddiq Hasan Khan dalam ar-Raudhah an-Nadiyyah,1/278-280) Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam telah mengancam para pemungut pajak dalam beberapa haditsnya. 
Diantaranya adalah sabda Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam : “Sesungguhnya pemungut pajak dalam neraka.” (H.R.Ahmad 4/109, ath-Thabarani 5/29, dari hadits Ruwaifi’ bin Tsabit radiallohu anhu. lihat ash-Shahihah al-Albani 7/3405) 
Dalam riwayat lain dari hadits ‘Uqbah bin 'Amir radiallohu anhu, secara marfu’ : “Tidak masuk surga pemungut pajak.” ( H.R.Ibnu Khuzaimah no.2333, ad-Darimi no. 1666, dengan sanad hasan lighairihi)
Adapun makna ‘al-maks’, di jelaskan Ibnu Katsir : “al-Maks adalah pajak yang di ambil oleh pemungutnya dari para pedagang.” (an-Nihayah 4/349. lihat pula yang semakna dalam Lisanul ‘Arab 13/160)

 
 

Fatwa Seputar Natal

Fatwa Seputar Natal (Bersikap dalam bimbingan ulama dalam meluruskan peremehan dan ekstrimitas sebagian ormas masa kini) 

Syaikh Muhammad Ibnu Shalih al'Utsaimin rahimahullah pernah ditanya :

"APA HUKUM MENYAMPAIKAN SELAMAT HARI RAYA NATAL (CHRISTMAS) KEPADA ORANG KAFIR? Dan bagaimana kita membalas (sikap 'ramah') mereka ketika mereka menyampaikan selamat hari raya kepada kita ? Dan apakah diperbolehkan datang ke tempat-tempat mereka merayakan acara semacam ini? Kemudian apakah berdosa seseorang yang melakukan hal-hal yang telah disebutkan tanpa niatan (menyetujui aqidah mereka, pent.), hanyalah mereka melakukannya sebagai upaya beramah tamah atau karena segan, atau karena malu, ataupun sebab-sebab lain (semisal itu) ? Kemudian juga apakah boleh meniru serupa dengan mereka dalam masalah itu?"

Maka beliau rahimahullah, menjawab:
"Menyampaikan (ucapan) selamat kepada orang-orang kafir untuk perayaan Natal (Christmas) maupun hari-hari raya mereka yang lain adalah disepakati HARAM. Sebagaimana telah dinukilkan (kesepakatan) itu oleh IbnulQoyyim rahimahullah dalam kitab beliau "Ahkamu AhlidzDzimmah" dengan pernyataan beliau (yang maknanya):

"Adapun menyampaikan ucapan selamat terhadap syi'ar-syi'ar kekufuran yang memang khusus bagi mereka, maka (hukumnya) haram dengan kesepakatan (ulama muslimin); seperti menyampaikan selamat terhadap (perayaan) hari raya mereka, ibadah puasa mereka, dengan (misalnya) mengucapkan: "Semoga hari raya anda penuh berkah", atau "selamat berhari-raya", dan semisalnya, maka yang demikian jika orang yang mengucapkannya selamat dari kekufuran maka (minimalnya masuk) sebagai perkara yang diharamkan, dan hal ini berkedudukan laksana anda mengucapkan selamat terhadap tindakannya sujud kepada salib. Bahkan hal itu lebih besar dosanya di sisi Allah, sekaligus lebih menyebabkan murka daripada ucapan selamat kepada orang yang meminum khomr dan membunuh jiwa, juga pelaku zina, dan semisalnya. Dan banyak dari pihak yang tidak memiliki kekokohan agama terjatuh pada yang demikian itu, sementara dia tidak menyadari demikian tercela apa yang diperbuatnya. Sehingga barang siapa yang memberikan selamat kepada seorang hamba terhadap kemaksiatannya, atau kebid'ahannya, ataupun suatu perbuatan kufur sungguh dia menghadapi kemurkaan dan kemarahan Allah.” sampai di sini penukilan ucapan beliau (IbnulQoyyim) rahimahullah.

 
 

Bayar Hutang dengan Nilai Uang di saat Bayar

Fatwa No : 3065 
Pertanyaan : 

Saya pernah berhutang daging kepada penjual daging seharga 6 Franc. Lalu hutang itu berlalu cukup lama, saat itu nilai tukar 1 Franc = 35 reyal yaman. Dan sekarang 1 Franc = 135 reyal yaman. Dan pedagang daging tsb meminta saya agar melunasi hutang berdasarkan nilai tukar terakhir. Apakah saya harus melunasi dengan berdasarkan nilai tukar yang dahulu ataukah yang terakhir ? Berilah faedah kepada kami semoga mendapatkan pahala 

Jawab : 

Jika kenyataannya sebagaimana yang disebutkan maka anda harus membayar kepada tukang daging itu berdasarkan pada nilai tukar yang berlaku pada waktu pembayaran (bayar hutang), bukan pada saat pembelian daging. Wabillahi taufiiq wa sholalloohu 'ala Nabiyyina Muhammadin wa Aalihi wa shohbihi wa salam 

Al - Lajnah ad- Daimah Lil buhuuts al - ilmiyyah wal ifta' 
Ketua : ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZZ 
Wakil ketua : Abdurrozzaq 'AFIFI 
Anggota : - Abdullah bin Ghudayan. - Abdullah bin Qu'ud. 
Wallohu a'lam bishowab _______ 

Terjemah : Ust. Abu Abdillah Rifai hafizhahullah
TIS

 
 

Kajian Fiqh : Sunnah Fithrah (Bagian ke-2)

Bolehkah Mencukur Habis Jenggot? 
Jawab: Mencukur habis jenggot atau menyisakannya hingga hanya sedikit, adalah perbuatan yang menyelisihi Sunnah para Rasul, Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wasallam, para Khulafaur Rasyidin dan para Sahabat beliau. Itu adalah perbuatan kemunkaran. Nabi memerintahkan untuk membiarkan jenggot tumbuh dan tidak dipangkas habis. Beliau membedakan antara kumis yang perlu dipotong dengan jenggot yang semestinya dibiarkan tumbuh dan tidak dipangkas habis.

انْهَكُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى 

Potonglah kumis, dan biarkanlah jenggot (H.R al-Bukhari dari Ibnu Umar)

 خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى 

Berbedalah dengan orang-orang musyrikin, potonglah kumis dan biarkanlah jenggot (H.R Muslim dari Ibnu Umar)

 جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ 

Potonglah kumis, biarkanlah jenggot. Berbedalah dengan orang-orang Majusi (H.R Muslim dari Abu Hurairah) Sedangkan mengambil sedikit dari jenggot, seperti yang kelebihan dari segenggaman tangan adalah diperbolehkan, karena dilakukan oleh para Sahabat Nabi, bahkan Sahabat-Sahabat yang meriwayatkan hadits tersebut.

 
 

Makan dan Minum, Berdiri atau Duduk?

Makan dan Minum, Berdiri atau Duduk

Berkata al-Imam an-Nawawi (Riyadhush Shalihin Bab 114):

  1. Dari Abdullah bin 'Abbas dia berkata:"Aku memberi minum Nabi shallallaahu 'alayhi wa sallam air zam-zam. Lalu beliau MINUM SAMBIL BERDIRI" (Muttafaqun 'Alayhi)
  2. Dari Nazzal bin Sabrah,dia berkata:" 'Ali mendatangi pintu ar-Rahabah. Lalu beliau MINUM SAMBIL BERDIRI dan berkata:"Sungguh aku melihat Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam berbuat seperti kalian lihat aku perbuat (minum sambil berdiri)" (H.R.Bukhari)
  3. Dari Abdullah bin 'Umar dia berkata:"Dahulu di masa Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam KAMI MAKAN DALAM KEADAAN BERJALAN dan MINUM SAMBIL BERDIRI"(H.R.at-Tirmidzi. Dishahihkan al-Albani).
  4. Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya,dia berkata:"Aku telah melihat Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam minum (kadang) BERDIRI (kadang pula) dengan DUDUK(H.R. At-Tirmidzi. Dihasankan al-Albani)
  5. Dari Anas dari Nabi shallallaahu 'alayhi wa sallam:"Bahwasanya beliau melarang seseorang minum sambil berdiri." Berkata Qatadah:"Kami bertanya pada Anas:"Bagaimana dengan makan?"Anas berkata:"Itu lebih jelek dan lebih busuk"(H.R. Muslim). Dalam riwayat lain:"Bahwasanya Nabi shallallaahu 'alayhi wa sallam melarang dengan keras minum sambil berdiri."
  6. Dari Abu Hurairah,dia berkata: Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam bersabda:"SUNGGUH hendaknya salah seseorang diantara kalian JANGAN MINUM SAMBIL BERDIRI. Siapa yang lupa,hendaklah dia memuntahkannya"(H.R. Muslim).
Berkata asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin dalam syarh Riyadhush Shalihin( Hal 87 bab 114) :

"Maka yang afdhal ketika makan dan minum bagi seseorang hendaknya dengan duduk. Sebab ini adalah petunjuk Nabi shallallaahu 'alayhi wa sallam,yang mana beliau tidak makan dan tidak minum dengan berdiri. Adapun minum dengan berdiri,telah shahih dari Nabi shallallaahu 'alayhi wa sallam bahwasanya beliau melarang dari hal itu. Dan Anas bin Malik ditanya tentang makan (sambil berdiri-pent), dia berkata:"itu lebih jelek dan lebih busuk" Yakni maknanya bahwasanya bila minum sambil berdiri dilarang,maka makan sambil berdiri tentunya lebih utama (untuk dilarang-pent)

 
 

Kajian Fiqh : Sunnah-sunnah Fithrah (Bagian ke-1)

Kajian Fiqh : Sunnah-sunnah Fithrah (Bagian ke-1)

Bab sebelumnya adalah tentang bersiwak dan itu termasuk bagian dari sunnah fitrah. Bab ini akan membahas sunnah-sunnah fitrah yang lain. 

Apa yang Dimaksud dengan Sunnah Fithrah?

Jawab: Sunnah Fithrah adalah perbuatan-perbuatan terhadap anggota tubuh yang disyariatkan dalam rangka menjaga kesucian dan kebersihan, yang telah dicontohkan oleh para Rasul. Sunnah-sunnah fithrah itu ada yang hukumnya wajib dan ada yang mustahab/ sunnah. Semua itu diperintahkan oleh Allah agar manusia berada dalam kondisi fisik yang terbaik dan indah. 

Apa Saja Sunnah Fithrah itu? 
Jawab: 
Sunnah fithrah berdasarkan hadits Aisyah dan Abu Hurairah ada 11, yaitu: 
1. Memotong kumis 
2. Membiarkan jenggot tumbuh 
3. Siwak (sikat gigi) 
4. Menghirup air ke dalam hidung 
5. Memotong kuku 
6. Membersihkan ruas tangan 
7. Mencabut bulu ketiak 
8. Mencukur bulu kemaluan 
9. Istinja’ 
10. Berkumur (al-madhmadhah) 
11. Khitan 


Bagaimana Hadits Aisyah dan Abu Hurairah tentang Sunnah Fithrah?

 
 

Tanya Jawab : Pinjaman Riba dengan Dalih Jual Beli

Pinjaman Riba dengan Dalih Jual Beli

Menjawab pertanyaan dari akh Abu Abdillah Rahmat:

Pertanyaan: Bismillaah. Afwan Ustadz, ana mau bertanya: si A menginginkan sebuah barang. Karena dia belum punya uang, di meminta bantuan pada si B tuk membelikan barang tersebut. Bila barang tersebut telah dibeli, maka si B menjual barang tersebut kepada si A dengan menaikkan harganya. Si A setuju dan membayarnya dengan kredit. Bolehkah jual beli seperti ini, Ustadz?

Jawab:

Syaikh Ibn Utsaimin dalam Liqoo’ Baabil Maftuh (101/19) menjelaskan bahwa transaksi yang demikian adalah haram. Karena itu sebenarnya pinjaman riba berkedok jual beli. Berikut kutipan dan terjemahan fatwa dari beliau:

Pertanyaan:

Apa hukum membeli mobil secara tunai dengan tujuan menjualnya secara kredit dengan penambahan harga?

Jawaban:

Jika seseorang yang membelinya secara tunai tidaklah membeli barang itu kecuali karena ada fulaan yang datang meminta agar dijual kredit kepadanya, maka ini haram. Contohnya: Saya datang kepadamu dan berkata: Saya ingin mobil anu di showroom anu, tapi saya tidak punya uang. Kemudian engkau mengatakan: Saya akan membelinya tunai saya berikan uangnya pada showroom kemudian saya jual kepadamu secara kredit dengan adanya tambahan (harga). Ini haram.

Karena ini adalah hilah (tipu daya) yang jelas, daripada saya (sebagai pihak yang punya uang, pent) mengatakan: Ambillah harganya secara tunai sebagai salaf dan pinjaman, dan belilah dengannya. Akan tetapi lunasi kepadaku (nanti) dengan biaya yang lebih banyak (ini terang-terangan riba, pent). Saya (sebagai pihak yang punya uang, pent) membeli barang itu bukan karena tujuan (tertentu). Kalau engkau tidak datang kepada saya, saya tidak akan membeli barang itu dan bahkan tidak berpikir untuk itu. Ini tidak diperbolehkan.

Sedangkan jika mobil itu milik seseorang di showroomnya atau ia memang membelinya (sebelumnya) dan engkau berkata: Wahai fulaan saya ingin membeli mobilmu. Harganya kisaran 50 dengan tunai, engkau mengatakan: Saya akan membelinya darimu 60 selama setahun diangsur. Ini boleh. Tidak mengapa. Berdasarkan firman Allah (al-Baqoroh:282): Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian bertransaksi hutang piutang hingga waktu tertentu maka tulislah.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Dan semoga sholawat dan salam tercurah kepada Nabi kami Muhammad, keluarga, dan para Sahabatnya seluruhnya

 
 

Lafadz-lafaz adzan yang disyariatkan

Lafadz-lafaz adzan yang disyariatkan
1. Berdasarkan hadits Abdullah bin Zaid riwayat Abu Dawud,atTirmidzi, Ibnu Majah:

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ -اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ - أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ- أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ- أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ - أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ -حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ -حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ -حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ -حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ -اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ- لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

2. Lafadz adzan berdasarkan hadits Abu Mahdzuuroh riwayat Abu Dawud, atTirmidzi, anNasaai, Ibnu Majah:

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ -اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ- أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ- أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ- أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ- أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ -أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ- أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ- أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ- أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ -حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ -حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ- حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ -حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ- اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ- لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّه

Catatan :

  1. Lafadz adzan yang pertama adalah yang masyhur dikumandangkan di seluruh penjuru dunia saat ini.
  2. Lafadz adzan yang kedua adalah yang dipilih oleh al-Imam asy-Syafi’i dalam kitabnya al-Umm.
  3. Inti perbedaan antara lafadz pertama dengan kedua adalah bahwa dalam lafadz kedua ada at-Tarji’, yaitu kembali mengucapkan dua kalimat syahadat (masing-masing dua kali). Setelah ucapan asyhadu anna muhammadar rosuulullah yang kedua di bagian pertama kembali mengucapkan asyhadu an laa ilaaha illallaah.
  4. Boleh menggunakan kedua jenis bacaan adzan tersebut, namun jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah, sebaiknya menggunakan lafadz adzan yang masyhur saja.

 
 

Kajian Fiqh : Bersiwak (Sikat Gigi)

Kajian Fiqh : Bersiwak (Sikat Gigi)

Apakah yang Dimaksud dengan Bersiwak?
Jawab:

Bersiwak adalah perbuatan membersihkan gigi, gusi, dan mulut. Di masa Nabi, alat yang digunakan kebanyakan berasal dari dahan pohon al-Araak.

Apakah Keutamaan Bersiwak?

Jawab:

1. Membersihkan mulut dan mendatangkan keridhaan dari Allah.


السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ
Bersiwak membersihkan mulut dan mendatangkan keridhaan dari Rabb (Allah) (H.R alBukhari)

2.Termasuk bagian dari fitrah


عَشْرٌ مِنْ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الْأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ

Sepuluh hal termasuk fitrah: mencukur kumis, membiarkan jenggot, siwak, memasukkan air ke hidung (saat wudhu’), memotong kuku, mencuci ruas-ruas jari (saat berwudhu’), mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, dan istinja’. (Dalam riwayat dinyatakan bahwa yang ke sepuluh adalah) berkumur (al-madhmadhah) dalam wudhu’ (H.R Muslim dari Aisyah)

3. Sholat yang didahului dengan bersiwak sebelumnya lebih utama dibandingkan sholat tanpa didahului bersiwak.


فَضْلُ الصَّلاَةِ الَّتِي يُسْتَاكُ لَهَا عَلَى الصَّلاَةِ الَّتِي لاَ يُسْتَاكُ لَهَا سَبْعِيْنَ ضِعْفًا

Keutamaan sholat yang (didahului) bersiwak dibandingkan yang tidak bersiwak adalah 70 kali lipat (H.R al-Hakim, dinyatakan olehnya sesuai syarat Muslim, disepakati oleh adz-Dzahaby. Dilemahkan oleh sebagian Ulama di antaranya Yahya bin Ma’in)

Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata:


لَأَنْ أُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ بِسِوَاكٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُصَلِّيَ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً بِغَيْرِ سِوَاكٍ



Seandainya aku sholat dua rokaat dengan bersiwak (sebelumnya) lebih aku sukai dibandingkan aku sholat 70 rokaat tanpa siwak (riwayat Abu Nuaim dalam as-Siwaak, dinyatakan sanadnya jayyid oleh as-Sakhowy (al-Maqoshidul hasanah (1/424)

Jalur periwayatan hadits-hadits di atas banyak dan saling menguatkan sehingga memungkinkan sampai pada derajat hasan. Wallaahu A’lam.


4. Sangat disenangi dan dicintai Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, bahkan menjelang meninggal dunia, beliau masih menyempatkan diri untuk meminta bantuan bersiwak (hadits Aisyah riwayat al-Bukhari)

Apakah Alat Siwak Bisa Diganti dengan Alat Sikat Gigi dan Pasta Gigi Seperti yang Banyak Dipakai Saat Ini?

Jawab:

Syaikh Ibnu Utsaimin berpendapat bahwa penggunaan sikat gigi dan pasta gigi telah mencukupi dalam bersiwak bahkan menjadi lebih bersih. Jika seseorang melakukannya maka telah tercapai sunnah. Yg dilihat dlm hal ini bukanlah alatnya namun perbutan dan hasilnya (Fataawa Nuurun alad Darb (116/2))

Kapan Saja Waktu Dianjurkan untuk Bersiwak?

 
 

Larangan Memuji Nabi Melampaui Batas

Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam tidak senang dipuji secara berlebihan. Beliau khawatir umatnya terlalu menjanjung beliau sebagaimana sanjungan berlebihan kaum Nashrani terhadap Nabi ‘Isa. Beliau pernah bersabda :

لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ


“ Janganlah kalian memujiku (secara berlebihan) seperti pujian nashrani terhadap (Isa) bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, maka ucapkanlah : hamba Allah dan RasulNya (H.R AlBukhari)

Pernah pula datang utusan menghadap Rasul dengan memuji – muji beliau yang Rasul menegurnya, dan beliau tidak ingin dipuji dan didudukkan pada kedudukan yang lebih dari kedudukan beliau yang seharusnya. Beliau mengkhawatirkan kesyirikan bagi umatnya. Beliau tidak ingin dijadikan sekutu bagi Allah. Kisah ini disebutkan dalam hadits :

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا مُحَمَّدُ يَا خَيْرَنَا وَابْنَ خَيْرِنَا وَيَا سَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا فَقَالَ قُوْلُوْا بِقَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَهْوِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ أَنَا مُحَمَّدٌ عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ مَا أُحِبُّ أَنْ تَرْفَعُوْنِيْ فَوْقَ مَنْزِلَتِي الَّتِيْ أَنَزَلَنِيَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ

“ Dari Sahabat Anas, beliau berkata : Seseorang datang berkata di hadapan Nabi : Wahai Muhammad, wahai yang terbaik di antara kami, wahai putra dari yang terbaik di antara kami, wahai sayyid kami, wahai putra dari sayyid kami. (Mendengar hal itu Rasul berkata):’ Kalian telah mengucapkan dengan ucapan kalian, jangan sampai syaitan menggiring kalian. Aku adalah Muhammad hamba dan utusan Allah, aku tidak suka jika kalian mengangkatku melebihi kedudukanku yang memang Allah tempatkan aku pada kedudukan itu”(Hadits shohih diriwayatkan oleh Ahmad dan AnNasaa’i)

Rasulullah benar-benar sangat khawatir umatnya menjadikan beliau sebagai tandingan / sekutu bagi Allah. Beliau sangat mengkhawatirkan umatnya terjerumus pada kesyirikan. Pernah beliau menegur dengan keras ketika seseorang mengatakan ucapan yang mungkin sering dianggap remeh oleh sebagian besar manusia.

Dalam sebuah hadits disebutkan :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا شَاءَ اللهُ وَشِئْتَ فَقَالَ أَجَعَلْتَنِيْ ِللهِ نِدًّا قُلْ مَا شَاءَ اللهُ وَحْدَهُ

“ Dari Ibnu Abbas beliau berkata : Seorang laki-laki berkata pada Rasulullah : “ Sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan yang engkau kehendaki”. Rasul berkata : ‘Apakah engkau akan menjadikan aku sebagai tandingan bagi Allah !!!’ Cukup katakan : ‘Sesuai dengan apa yang Allah kehendaki saja!” (H.R Ibnu Mardawaih dan diriwayatkan pula oleh AnNasaa’i dan Ibnu Majah dari hadits Isa bin Yunus dari al-‘Ajlah, disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya).

Bagaimana kalau seandainya beliau tahu bahwa sepeninggal beliau ada di kalangan umatnya yang terlampau berlebihan dalam memuji beliau. Beliau dipuji sebagai penghantar tercapainya hajat dan keinginan, yang dengan beliau bisa terlepas seluruh kesusahan, terbebaskan semua kesulitan, tercurahkan siraman kebahagiaan !!! Padahal hanya Allah saja yang bisa melakukan itu semua tanpa membutuhkan perantara. Hanya Allah semata yang bisa menghilangkan segala kesempitan, kesusahan, mendatangkan segala macam kebaikan dan keselamatan.


(dikutip dari Buku ’Memahami Makna Bacaan Sholat’ karya Abu Utsman Kharisman hal 238-241)